Selasa, 23 April 2024

Sesat Pikir dan Cacat Logika (Bag. 3)

Belajar dari buku karya DR. Fahruddin Faiz, yang berjudul:


"Ihwal Sesat Pikir dan Cacat Logika"

Sebelumnya:

Sesat Pikir dan Cacat Logika (Bag. 1)

Sesat Pikir dan Cacat Logika (Bag. 2)


BIAS-BIAS DALAM BERPIKIR ( Cognitive Bias)


Bias Cognitive adalah kecenderungan seseorang untuk memberikan penyimpulan atau penilaian yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah rasionalitas atau sesat pikir.

Bias Cognitive dapat terjadi antara lain karena keterbatasan kemampuan manusia untuk mengolah informasi atau karena mekanisme mental yang tidak tepat saat merespon informasi  


15. Information Bias

Jangan terobsesi untuk mengumpulkan semua data. Lakukan yang terbaik sesuai fakta yang kau hadapi, karena itu akan membantu untuk membuat keputusan lebih baik. Terlalu banyak informasi kadang hanya menghasilkan kesia-siaan dan pemborosan waktu, baik disadari atau tidak.

Halangan terbesar bagi penemuan baru bukanlah ketidak tahuan, namun ilusi pengetahuan. (Daniel J. Boorstin)


16. Jangan Lihat Hasilnya

Kita cenderung menilai sesuatu dari hasilnya, bukan dari prosesnya (outcome bias).

Jangan pernah menilai sesuatu hanya dari melihat hasilnya, khususnya jika sesuatu itu bersifat random(acak) atau ada faktor-faktor lain yang berpengaruh. Hasil yang jelek tidak otomatis mengindikasikan pengambilan keputusan atau proses yang jelek, dan sebaliknya. Uji lebih cermat lagi, baik proses maupun hasilnya, baru diberi penilaian.


17. Jangan Membayar Pegawai per Kasus

Untuk membuat pegawai lebih cepat bekerja sesuai keinginan kita adalah dengan cara memberikan imbalan yang lebih besar bagi yang melakukannya.

Kekeliruan berpikir: incentive-superrespon tendency (charlie Munger): Masyarakat merespon tawaran imbalan dengan melakukan apapun yang akan menghasilkan imbalan paling besar. Cirinya ada dua:

1. Cara berpikir dan prilaku masyarakat bisa sangat cepat berubah saat diiming-imingi dengan imbalan.

2. Yang diperhatikan masyarakat secara umum adalah besarnya imbalan dan bukannya tujuan lain yang lebih esensial dan penting di liar imbalan tersebut.

Kita membaca semesta dengan salah lalu berkata, dunialah yang membohongi kita. (Rabindranath Tagore)


18. Jangan Terikat oleh Sesuatu

Kita sering menganggap sesuatu itu menjadi lebih berharga saat kita memilikinya. Seringkali kita merasa betapa pentingnya, original dan berharganya gagasan kita, padahal selain kita, sudah banyak orang yang menyampaikan gagasan semacam itu, bahkan lebih bagus. Keterikatan emosional ini sering membuat seseorang tidak obyektif dalam menilai sesuatu. Karenanya jangan terikat secara emosional dengan sesuatu. Anggaplah apa yang kita miliki atau apa yang kita hasilkan merupakan anugerah dan titipan Tuhan, yang sifatnya sementara.

Mengetahui kebenaran itu mudah, yang sulit adalah menjadi benar.(Hazrat Inayat Khan)


19. Kebetulan yang tak Terhindarkan

Jangan terlalu takjub dengan fenomena kebetulan. Peristiwa kebetulan itu bukan ajaib, tapi hanya peristiwa yang jarang atau kemungkinan terjadinya kecil. Bisa jadi karena kita tidak pernah memikirnya. Jadi, tidak mengejutkan kalau kebetulan itu benar terjadi.


Semakin jauh masyarakat melenceng dari kebenaran, semakin mereka benci kepada orang-orang yang menyampaikannya.(Goerge Orwell)


20. Kenyataan yang menjadi Dongeng

Saat seseorang melihat sesuatu, biasanya dia tidak berhenti sekedar mengenali, namun juga memahami dan kemudian sekaligus memaknai. Jadi kita tidak pernah berhenti pada fakta, kenyataan, tapi biasanya lebih jauh menyusun dongeng kita sendiri dalam pemaknaan. Dalam media biasanya disebut framing. Model berita seperti cerita, dongeng dan sejenisnya akan lebih menarik otak kita.


Bagi orang yang percaya, penjelasan tidak diperlukan. Bagi orang yang tidak percaya penjelasan tak ada gunanya.(St. Thomas Aquinas)


21. Kembali Biasa (Segression to mean)

Hidup ini dinamis, kadang naik, kadang turun, kadang sehat, kadang sakit. Sangat wajar jika sesekali sedih, sakit, kemudian kembali normal. Sunnatullah.

Hakikatnya kita sehat, tapi karena pengaruh faktor tertentu, kita jadi sakit. Kalau faktor itu hilang, kitapun kembali sehat. Maka dokter yang menjadi awal kembali normal, tidak selalu menjadi sebab kesembuhan.

Contoh:"Setelah aku berobat ke dokter A, penyakitku langsung sembuh"

Manusia tidak ingin mendengarkan kebenaran, sebab mereka tidak ingin ilusi yang mereka buat hancur. (Friedrich Nietzsche)


22. Mau bukti apa saja ada

Hidup ini sifatnya plural dan dinamis. Kita dituntut untuk memiliki keyakinan-keyakinan tertentu tentang hidup. Uniknya, meskipun ada ribuan keyakinan yang mungkin saling bertentangan, setiap keyakinan memiliki argumen dan bukti.

Ternyata, jika ditelaah, bukti-bukti tersebut hadir tidak semata sesuai dengan fakta, tetapi juga dengan cara menyingkirkan fakta yang bertentangan dengan keyakinan tersebut. Itu sebabnya, yang radikal maupun yang liberal sama-sama bisa mencari dukungan dan pembenar dari kenyataan.

Gaya ini pula yang dijadikan sandaran para peramal.


Segala yang kita dengar adalah opini, bukan fakta. Segala yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran. (Marcus Aurelius) 


 23. Diam saja biar tidak disalahkan (omission bias)

Kalau ada perbuatan sama jahatnya, yang satu sifatnya pasif/tidak aktif dan satunya aktif, maka kita beranggapan bahwa yang sifatnya tidak aktif itulah yang lebih baik.

Omission bias tidak mudah dideteksi, karena pelakunya tidak melakukan apa-apa. 

Di dunia barat dikenal jargon unik "Kalau engkau bukan bagian dari solusi, pasti bagian dari masalah"

Pelaku omission bias ini menghindar untuk menjadi bagian dari solusi, berarti...

Kematian sejatinya bukan semalam tanpa makan, namun sehari tanpa berpikir.(Tan Malaka)


24. Endowment Effect

Seseorang akan merasa suatu barang bernilai lebih tinggi ketika barang itu adalah miliknya. Dia tidak mau merasa kehilangan (loss aversion). Hal ini kadang-kadang berdampak negatif, rasa takut rugi menyebabkan kita enggan untuk melangkah dan memperhitungkan sesuatu secara tidak realistik.

contoh: kolektor tanaman yg tidak mau menjualnya walau sudah ditawari harga tinggi, hingga di kemudian hari harga tanaman tersebut turun drastis.


25. Merebus Katak (ilusi kenormalan)

Manusia sering tidak sadar terhadap perubahan yang terjadi secara pelan dan bertahap, sebagaimana katak yang dimasukkan ke dalam air dingin yg direbus secara perlahan.  Sikatak diam karena nyaman, bahkan bisa terlelap karena kehangatan yg berubah perlahan, dianggap semua masih normal,sampai akhirnya mati. 

Manusia seringkali tidak mampu beraksi terhadap perubahan yang signifikan tetapi terjadi secara bertahap, pelan-pelan.  


26. Hati-hati dengan Pengecualian

Ada kecenderungan manusia  untuk menganggap apa yang terjadisesuai dengan teori, kepercayaan atau kesepakatan yang diyakini kebenarannya. Kemudian mengabaikan kondis yang tidak sesuai teori, padahal itu bukti ketidaksesuaian/kegagalan teori tersebut.


27. Pengetahuan sopir (yang menggantikan majikannya yg profesor sebagai pembicara)

Dalam keseharian, ada dua jenis orang yang berpengatuan:

1. Pengetahuan yang sebenarnya, diperoleh dengan cara belajar, sungguh-sungguh, dalam jangka waktu panjang.

2. Pengetahuan yang hanya sekedar tahu sekilas dan kemudian digunakan untuk kepentingan show. Penampilan menarik, bicara mantap, tapi tidak memahami apa yang dibicarakan, seolah membaca naskah.

Jenis orang dengan pengetahuan yang ke 2, sedang sesat dan berpotensi menyesatkan orang lain.

Ketidakmampuan kita mengetahui sesuatu bukan berarti sesuatu itu tidak ada. (Seyyed Hossein Nasr)


28. Self Selection Bias

Saat bernasib buruk, manusia sering terjebak pada anggapan bahwa nasib jelek itu khusus untuknya, padahal apa yang menimpa adalah suatu hal yang mungkin menimpa siapa saja.

Seperti halnya seorang yang sembuh dari sakit menyatakan betapa ajaibnya dia masih hidup.


29. Self Serving Bias

Banyak orang cenderung menganggap kalau kesuksesannya karena jerih payahnya, sementara kegagalan berasal dari faktor di luar dirinya. Pemikiran itu membuatnya nyaman, namun bisa menjebak orang menjadi tidak obyektif memahami dirinya sekaligus salah persepsi terhadap kenyataan yang ada.


30. Social Proof/ herd insting (insting kerumunan)

Seseorang merasa bahwa mereka melakukan sesuatu yang benar kalau yang dilakukannya sama seperti yang dilakukan oleh orang lain. Semakin banyak yang mengikuti ide itu, semakin ide itu dianggap benar. Social proof ini menjadi biak kerok munculnya problem-problem seperti "kepanikan pasar" "demo rusuh" "histeria massa" dll.

Pemanfaatan cara berpikir ini bisa untuk meniru penduduk lokal, saat kita ada di daerah asing.

Juga sering digunakan oleh industri periklanan, memperhatikan banyaknya review publik terhadap produk tertentu.

Selain itu juga untuk propaganda (politik).


Bukannya aku gila, hanya saja isi kepalaku berbeda dengan isi kepalamu. (Diogenes)


31. Sudah Telanjur Membayar

Problem sudah terlanjur membayar terjadi ketika kita sudah menginvestasikan waktu, biaya dan energi untuk sesuatu, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Karena sudah terlanjur membayar, kita tidak ingin menghentikan usaha, meskipun akibatnya tambah merugikan.

Kadang-kadang hanya karena takut kehilangan muka.

Kasusnya mirip dengan orang yang sedang taruhan/berjudi. 


Manusia itu tidak suka berpikir, karena kalau orang berpikir, ia harus menyimpulkan dan kesimpulan itu tidak selalu menyenangkan. (Helen Keller)


32. Survivorship bias

Adalah orang yang sering over estimate terhadap kemungkinan dirinya akan sukses, karena melihat kesuksesan orang lain. Kita sering terjebak oleh ilusi dan menganggap bahwa kesuksesan yang bisa diraih orang lain pasti juga bisa diperoleh.

Harusnya kita sadari, dibalik munculnya seorang penulis terkenal, ditemukan ratusan penulis yang bukunya tidak laku, ada yang ditolak penerbit, tidak bisa menyelesaikan naskahnya, bahkan memulai menulis saja kesulitan.

Untuk tidak tertipu oleh hal ini, kita harus mampu mengenali dan menggali kapasitas sendiri.


33. Tak Ada Yang Gratis

Pedagang memberi diskon dengan syarat pembelian tertentu, hotel memberikan welcome drink, dll.

Jika diundang makan siang, jangan terlalu gembira, karena itu berarti setelah ini dia menunggu undanganmu untuk makan siang juga.

Jadi, ketika take and give berlangsung, ingatlah watak alami manusia secara umum: tidak ada orang yang mau rugi.

Aku berpikir, oleh karena itu aku akan berpikir. (Ayn Rand)


CATATAN:

* Buku di baca, Maret 2021.

* Tulisan ini sekedar catatan pribadi, untuk dibaca dan dipahami, semoga bermanfaat.

* Disarankan tidak copy paste sebagian atau seluruh tulisan ini untuk referensi atau publish.

* Untuk dijadikan referensi, sebaiknya membaca bukunya langsung, bisa didapatkan di market place.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rahasia Asma'ul Husna (Bag. 5)

  Kumpulan Dzikir Asma’ul Husna Yang Berkaitan Dengan Sifat ALLAH YANG MAHA PENCIPTA Rahasia Asma'ul Husna (Bag.1)  Rahasia Asma...